BinjaiNews – Lini depan terus jadi masalah bagi timnas Indonesia.
Kondisi ini memaksa Shin Tae-yong memasang Rafael Struick yang berposisi asli sebagai winger menjadi striker.
Struick jadi pemain yang jadi andalan karena dia bisa menjalankan instruksi Shin dengan baik termasuk agar terus memberikan tekanan kepada lini belakang lawan.
Pada Piala Asia U-23 2024 lalu, Ramadhan Sananta dan Hokky Caraka justru tidak jadi pilihan utama.
Kondisi yang hampir serupa juga terjadi di timnas senior saat ini.
Budi Sudarsono menjelaskan, masalah lini depan memang cukup krusial.
Salah satunya karena tim Liga 1 biasa mengandalkan striker asing.
Pemain lokal harus kerja ekstra keras untuk bisa bersaing di dalam tim.
“Problemnya itu di kompetisi, bedanya striker yang sekarang (ada di klub Liga 1).”
Kasus Sananta jadi contoh yang mewakili kondisi ini.
Bersama Persis Solo, dia memang jadi salah satu pilihan utama.
Namun, Sananta masih perlu banyak belajar agar bisa jadi pemain depan mematikan milik timnas Indonesia.
“Ramadhan Sananta pun jarang.”
“Jadi, jam terbang itu perlu, apalagi di internasional,” lanjutnya.
Budi melanjutkan, faktor lain yang terjadi adalah banyak tim Liga 1 yang biasa menggunakan satu striker.
Akibatnya, posisi penyerang menjadi ladang persaingan yang ketat dan biasanya tim lebih percaya dengan pemain asing.
“Kebanyakan tim-tim Liga 1 memakai pemain asing.”
“Nah apalagi formasi dulu memakai dua striker, tetapi sekarang satu.”
“Menurut saya, itu seharusnya menjadi motivasi untuk mengalahkan pemain asing,” pungkasnya.