BinjaiNews – Kontroversi mencuat di Liga Prancis ketika kompetisi memasuki periode Ramadan seperti sekarang ini.
Para pemain klub Ligue 1 yang menjalankan ibadah puasa berhadapan dengan aturan ketat yang diterapkan otoritas kompetisi.
Tak seperti di sejumlah negara top Eropa, tiga kompetisi lapis teratas Prancis tidak memberikan ruang kepada pemain Muslim yang berpuasa untuk mendapatkan waktu berbuka sejenak di tengah pertandingan.
Hal serupa bertentangan dengan kompetisi elite lain, contohnya di Liga Inggris, Jerman, atau Belanda.
Otoritas Premier League, misalnya, mengizinkan pemain membatalkan puasa di tengah pertandingan.
Mereka diperbolehkan melakukannya dalam jeda yang “natural” selama pertandingan.
Contoh waktu jeda natural itu misalnya dalam momen hendak mengambil lemparan ke dalam, saat ada pelanggaran, ataupun jelang tendangan ke gawang.
Waktu singkat itu biasanya mereka manfaatkan dengan minum atau makan kurma, pisang, dan gel energi.
Di Prancis, atas dasar prinsip netralitas dalam sistem yang sekuler, Ligue 1 ikut tunduk dengan konstitusi.
Tapi di mata sejumlah pemain, hal tersebut dianggap diskriminasi.
Opini tajam diutarakan Demba Ba, eks bomber Senegal yang lahir dan mengawali karier profesional di Prancis.
Pria 38 tahun yang gantung sepatu pada 2021 itu menyebut Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) bersikap “anti-Ramadan” dengan segala kebijakan kontroversial yang bikin sulit pemain Muslim.
“Prancis telah menolak buat memberikan jeda dalam pertandingan untuk berbuka puasa, tidak seperti liga semodel Premier League,” ucap Ba.
“Suka atau tidak, itu adalah bagian identitas kami yang mencoba dihapus,” imbuh sosok yang terkenal karena mencetak gol setelah Steven Gerrard terpeleset di laga Chelsea vs Liverpool hingga ikut menggagalkan asa The Reds juara Liga Inggris 2013-2014.
Sebelumnya kontroversi juga melibatkan pencoretan pemain muda Lyon, Mahamadou Diawara.
Ia disisihkan dari skuad timnas U-19 Prancis pada kamp latihan bulan ini.
Alasannya, federasi mewajibkan para pemain agar tidak berpuasa jika sedang membela tim nasional.
Sebagai seorang Muslim, Diawara menolak larangan untuk tidak berpuasa sehingga tanpa konfirmasi lebih lanjut, namanya menghilang dari daftar serta dipulangkan ke Lyon.
Adapun di level timnas senior, federasi juga pernah menyarankan pemain Muslim yang memperkuat Les Bleus agar tidak berpuasa saat melakoni Kualifikasi Euro 2024.
FFF menanggapi kritik dan tudingan yang menyebut federasi telah melakukan diskriminasi ataupun intoleransi.
Presiden FFF, Philippe Diallo, membantah pihaknya menyudutkan suatu agama.
Dalam opininya, justru dengan menyeragamkan aturan, hal ini menunjukkan sikap federasi untuk tidak memihak kelompok tertentu.
“Tiada seorang pun dalam federasi, dimulai dari saya, melarang siapa pun untuk berpuasa,” kata Diallo.
“Saya tak bisa menerima dibilang bahwa FFF melakukan diskriminasi untuk alasan keagamaan.”
“Saya menghormati kepercayaan setiap orang. Ketika pemain terpilih untuk timnas Prancis, saya tidak bertanya apa agama mereka,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Diallo menegaskan, “Dalam kerangka netralitas inilah, pilihan kami berfungsi secara konkret, yang berarti kami tidak mengubah kondisi praktik pilihan karena alasan agama.”