BinjaiNews – Seperti diketahui bahwa sebanyak 29 pemain Kalteng Putra kompak melakukan mogok bertanding saat melawan PSCS Cilacap di laga lanjutan Liga 2 2023/2024.
Buntut mogoknya pemain Kalteng Putra ini, manajemen pun langsung melaporka ke pihak kepolisian.
Padahal apa yang dilakukan Shahar Ginanjar dan kawan-kawan ini merupakan bentuk dari kekecewaan pemain karena tak kunjung dipenuhi haknya.
Apalagi, pemain Kalteng Putra rata-rata sudah tak digaji dua bulan, sehingga itu merupakan bentuk protes mereka.
Namun, saat pemain melakukan protes karena haknya belum dibayar.
Justru mereka dilaporkan ke polisi dengan dugaan pencemaran nama baik.
Situasi ini menjadi runyam, karena yang seharusnya permasalahan ini bisa diselesaikan diranah sepak bola.
Namun, permasalahan penuggakan gaji ini justru merambat ke jalur hukum.
Menanggapi situasi ini, APPI menyayangkan sikap yang ditunjukkan Kalteng Putra.
Hal ini karena mereka membawa permasalahan ini ke jalur hukum, alhir-alih menyelesaikan secara kekeluargaan sepak bola.
“Kenapa? Jelas ini adalah kasus football family, yang diselesaikan di sepakbola aturannya sudah jelas ada di statuta PSSI, NDRC dan aturan dikontrak soal sepak bola” ucapnya.
Menurut Riza dengan apa yang dilakukan Kalteng Putra ini bisa berbuah sanksi dari FIFA.
Pasalnya, polemik ini sudah menjadi perhatian khusus FIFPro alias Asosiasi Pesepakbola Profesional Dunia.
“Makanya kita sayangkan ketika klub Kalteng Putra ini justru melaporkan para pemain ke polisi dan ini punya potensi sepakbola kita disanksi oleh FIFA, karena FIFPRO sudah kita laporkan dan membackup kita, FIFPRo sudah bersurat ke PSSI dan FIFA, isinya unuk mengintervensi ini,” kata Riza.
“Ibaratnya begini, Kalteng Putra itu anaknya PSSI, PSSI ditugaskan dan jelas kalau ada apa-apa menyelesaikannya secara football family,” ucapnya.
“Kok ini ada anaknya nakal, lapor ke Polisi, yang ada itu membuat PSSI berpotensi untuk di sanksi FIFA.”
Lebih lanjut, Pemain Kalteng Putra kini terancam lebih tragis, karena setelah tak main melawan PSCS Cilacap.
Mereka berpotensi mendapat sanksi dari Komite Disiplin (Komdis) PSSI.
Dengan situasi ini, Riza mengatakan bahwa ia tak ingin hal seperti ini menjadi mala petaka di sepak bola Tanah Air.
“Bayangin kalau ini benar-benar disanksi, ungkapan apa yang tepat, jatuh tertimpa tangga kan tidak, karena ada sanksi lagi, apalagi sanksi tidak main-main loh kita lihat di pasal 58, dua tahun tidak boleh beraktivitas dan denda Rp 100 juta,” kata Riza.
“Ini mata pencaharian mereka, mereka tidak boleh main terus mereka harus membayar denda, ini yang tolong kita minta ke Komdis untuk mencari menggali, menemukan nilai-nilai keadilan dan kemanusian sebelum putusan kepada para pemain, ingat pasti ada sebab dan akibat pemain melakukan pemogokan, itu yang sudah kita sampai juga.”
APPI pun berharap PSSI bisa membuat keputusan bijak dan tak sepihak.
Dengan harapan permasalahan ini bisa dilihat dengan jelas seperti apa permasalahannya, sehingga bisa memutuskan dengan baik.
“Jangan sampai ya pemain Kalteng ini disanksi oleh PSSI, ini tragis dan tragedi malapetaka buat sepakbola Indonesia, bayangkan mereka sudah tidak dibayar gajinya, dilaporkan polisi dan harus mendapatkan sanksi dari PSSI,” tutur Riza.
“Kita berharap komdis tidak hanya meihat hukum formal saja, tetapi ada hukum material jugapasti ada sebabdalam akibat pemain lokal melakukan mogok ini.”
“Jadi kalau sampai pemain Kalteng Putra ini bisa mendapat sanksi juga dari PSSI kita sebut ini tragedi sepak bola Indonesia. Mereka sudah tidak dibayar gajinya, dilaporin polisi, dan di sanksi oleh PSSI. Jadi kita harus bisa lebih bijak,” pungkasnya.